Abu Nawas yang nampak lucu dan sering menyenangkan orang itu ternyata bisa berubah menjadi garang dan ganas serta mampu membalas dendam terhadap orang yang mengusiknya

Kisah Ruh Sebelum Turun ke Bumi


Sebelum turun ke bumi, ruh diberi kebebasan memilih Negara. Silakan mau turun dimana? Ini kesempatan baik. Saat jadi jabang bayi nanti, nasibnya harus sejahtera. Jadi bagian negeri terhormat, nggak cemen melindungi warga negaranya.

Lirikan paling awal, ruh itu ke negri Amerika. Negeri terbeken di dunia. Dunia gemerlapnya x-tra vagansa, militernya kuat. Pokonya nyeleb abis dah! Land of the brave, industri film dan musiknya mendunia. Jadi bayi Amerika tentunya membanggakan. Siapa tahu kelak jadi artis Hollywood kaya luar biasa dan bisa membeli tanah luas di negeri lain. Moga-moga!

Untung ruh itu sempat melihat sisi gelapnya! Ia kurang sreg pada sikap Amerika yang doyan campur tangan ke negeri lain lewat dalih polisi internasional. Ia juga melihat sisi lain dunia kapitalistik Amerika, yang miskin luar biasa melarat, kelaparan di jalan-jalan, jadi gelandangan di skid row, kampung kumuh yang mengerikan. Apalagi belakangan diterjang angin dingin, suhunya minus 20 derajat. 

Ah, nggak deh! 

Bagaimana dengan Cina? Tunggu dulu, warganya sudah kelewat banyak, apalagi pernah ada kasus, anak kecil tergilas mobil tanpa ditolong. Sebuah negeri yang nggak ideal buat bayi, anak kecil sampai dewasa.

Lantas ia memilih Australia. Di sana, pengangguran dapat tunjangan pemerintah. Tak kerja apapun, warga negara bisa mengumpulkan tunjangan dan pergi pelesir ke Bali dan bersenang-senang di pantai Kuta. Apalagi punya kerja! Wah, makin digdaya. Kelak bisa berkeluarga boleh punya anak banyak malah makin banyak anak tunjangan makin gede. Pilihan yang menjanjikan. 

Baru saja ia mau menetapkan pilihan, ia dapat info: negeri ini kejam nian, para pencari suaka dibuang ke kembali ke laut negeri lain, terkatung-katung meregang nyawa. Tak cuma itu, alam Australia juga ganas, panasnya udara membumi hanguskan lahan. Sang ruh mengurungkan niatnya.

Indonesia jadi pilihan selanjutnya. Negeri ini kaya nian. Punya sejarah panjang, nenek moyang bangsa ini pernah invasi sampai jauh, warisan kerajaan yang gegap gempita. Walau ada di tubrukan lempengan yang rawan gempa dan penuh gunung api aktif, kekayaan alamnya melimpah.

Ayo apa yang nggak ada di sini? Mulai minyak bumi sampai tambah emasnya banyak nian. “Jika aku turun di sini, pastilah sejahtera. Negeri yang gemah ripah loh jinawi, hijo roro-royo..!” Kelewat gembira, ia memantapkan niat, turun menjadi bayi Indonesia.

Lahirlah ia di propinsi Banten. Semua keluarga bersyukur pada Allah atas kelahirannya. Ia pun tumbuh besar dalam kesederhanaan. 

Saat sekolah, ia harus belajar di tempat reyot malah hampir ambruk. Untuk ke sekolah, ia pun wajib menyebrangi jembatan rusak. Bareng teman-temannya ia bergelayutan demi pendidikan yang memadai. Sudah banyak teman bermainnya yang jatuh dan tewas, ya be inilah nasib! Bagaimana dengan pejabatnya?, Pejabatnya sedang terkena kasus korupsi, meringkuk di KPK bersama beberapa anggota keluarga yang sedang tertimpa musibah yang sama.

Tapi ia nggak kehilangan harapan. Toh Indonesia terbilang kaya. Penghasil minyak misalnya? Betul penghasil minyak tapi apa ada gunanya? Masalahnya kita cuma punya minyak mentah yang cuma mampu membuat kita belepotan jika tersiram. Minyak itu diambil pihak luar diolah dan saat berguna harus kita beli dengan harga mahal. Indonesia perlu sediakan kocek 150 juta US$ dollar per hari. Bayangkan! 

Dengar apa yang dibilang Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Susilo Siswoutomo. Katanya Indonesia sangat tergantung pada ekspor BBM dari Singapura dan Malaysia. Makin bikin miris, seandaianya dua negara itu menyetop ekspor BBM ke Indonesia, lima hari kemudian Indonesia akan tewas dengan sukses. Ia bilang begitu di Balai Penelitian Tanaman Industri dan Penyegar Pakuwon, Sukabumi, Jawa Barat, Minggu (9/2/2014). 

“Bukannya Singapura nggak punya minyak, Pak?” 

Ia bertanya pada bapaknya, buruh tani yang kadang jadi kuli angkut.”Terus pak, bukannya cadangan minyak Malaysia masih kalah dengan kita?” ia terus mencecar pertanyaan. 

Sayang bapak nggak sempat menjawab karena lelah seharian kerja.

Sang anak yang dulu ruh itupun bimbang. “Ah seandainya aku lebih jeli memilih… kenapa tidak New Zealand aja ya? Kemarin mampu sewa warnet. Sebelum main game, buka goggle, kabarnya di sana aman sejahtera, kriminalitas hampir nol persen dan alamnya dipakai shooting film Lord Of The ring…”

Iapun tertidur untuk berjuang esok harinya. Melintasi jembatan nyaris ambruk dan belajar di sekolah reot….
Isfabdiari Mahbub Djuanidi, warga NU, pegiat club motor, penulis sosial budaya.

1 comment :

  1. Apakah ruh bayi juga bisa memilih siapa orangtuanya nanti?

    ReplyDelete