“Adakah kamu hadir ketika Ya’qub kedatangan (tanda-tanda) maut, ketika ia berkata kepada anak-anaknya: “Apa yang kamu sembah sepeninggalku?” Mereka menjawab: “Kami akan menyembah Tuhanmu dan Tuhan nenek moyangmu, Ibrahim, Ismail dan Ishaq, (yaitu) Tuhan Yang Maha Esa dan kami hanya tunduk patuh kepada-Nya”. (Q.S. Al-Baqarah (2): 133)
Tergeletak di atas tikar maut, Nabi Ya’kub As tetap memikirkan keselamatan aqidah putra-putranya. Mulutnya terbata-bata menanyakan kiblat aqidah mana yang akan diikuti putra-putranya sepeninggalnya.
“Sepeninggalku, ke arah mana wajah aqidah kalian hadapkan? Tuhan seperti apa yang kalian sembah?” Tanya Ya’kub As.
“Qiblat aqidah kami mengikuti nenek moyang; Ibrahim, Ismail dan Ishaq. Sembahan mereka itu juga sembahan kami, Tuhan Yang Maha Esa.” Jawab mereka.
Nabi Ya’kub As tidak menanyakan label ketuhanan dari apa yang akan mereka sembah sepeninggalnya, tetapi dia menanyakan sifat-sifat seperti apa yang dimiliki tuhan yang kelak mereka sembah.
Yah, wajar jika Ya’kub As menanyakan itu. Setibanya di Mesir, dia melihat aneka ragam aqidah. Ada yang menyembah api, patung dan hewan-hewan. Wajah-wajah ketuhanan itu yang menyebabkan dirinya prihatin terhadap keselamatan aqidah putra-putranya.
Di Aqidah masyarakat Mesir yang semu dipertuhankan, diabadikan dan dianugerahi sifat-sifat ketuhanan yang kekal. Masyarakat sosial yang terpuruk seperti ini wajib mendapatkan perhatian penuh orang tua.
Orang tua yang baik wajib senantiasa memonitoring aqidah lingkungan masyarakat sekitar dan sejauh mana pengaruhnya terhadap anak. Bukankah tempat abadi orang tua di akhirat juga dipengaruhi oleh sejauh mana tanggung jawab didik orang tua terhadap anak? Bukankah ada orang tua yang sejengkal lagi kakinya akan melangkah masuk surga, tetapi ditarik oleh anak yang terjerumus ke neraka hanya karena orang tua ini melalaikan tanggung jawab didiknya terhada anak?
Ya’qub As menyadari ini sepenuhnya sehingga ia pun mewasiatkan aqidah ketauhidan di atas tikar mautnya untuk yang kesekian kalinya sebelum menutup mata dari pentas dunia.
Ya’qub di wasiat terakhirnya ini seperti mendapat dua buah merpati cantik sekali bidikan. Wasiat ini selain bukti nyata kepedulian Ya’qub as terhadap tugas kenabian yang wajib mewariskan agama Islam yang bertauhid ke generasi-generasi Islam mendatang, ia pun dengan sendirinya menyucikan dirinya dari dusta dan kebohongan orang-orang Yahudi yang mengklaim (keyahudian; istilah penulis) Ya’kub dari mereka.
“Ya, Muhammad (penutup para nabi Allah)! Apakah Anda tidak tahu keyahudian Ya’kub? Apakah Anda lupa pesan keyahudian Ya’kub As yang terakhir kepada putra-putranya? Dia mewasiatkan aqidah Yahudi kepada mereka.” Ejek mereka.
“Wahai Muhammad! Ingatkan mereka dan ingatkan juga umatmu keislaman Ya’kub As dan putra-putranya. Yang diwasiatkan Ya’kub As bukanlah aqidah Yahudi, tetapi Aqidah ketauhidan murni seperti yang diwariskan nabi-nabi Islam sebelumnya, sepeti Ibrahim, Ismail dan Ishaq.” Jawab Alqur’an dengan lantang dan tegas.
Di samping itu, wasiat ketauhidan ini menegaskan keislaman para nabi Allah SWT yang mendunia kebenarannya. Dari ayat 131-133 Q.S Al-Baqarah kata Islam terulang 4 kali dengan variasi morfologi (perubahan makna yang mengikuti perubahan yang terjadi di kata dasar). Gaya bahasa seperti ini menegaskan hakikat kebenaran Islam sebagai agama yang diridhai Allah, tidak dibatasi waktu dan seperti cahaya yang setiap waktu siap memberi terang kepada siapa saja yang ingin menyinari diri dari kegelapan aqidah-aqidah yang tidak menuhankan Allah Yang Maha Esa.
Inilah kata-kata Islam yang digarisbawahi secara bervariasi dari koleksi ayat-ayat Q.S. Al-Baqarah sebagai salah satu bukti kemegahan Islam yang senantiasa memberi kecemerlangan hidup dari sudut pandang apa pun atau dengan kaca mata waktu apa saja Anda melihatnya:
Keempat kosa kata Islam dengan variasi bentuk masing-masing menyangkal aqidah arab jahiliah yang mengakar dalam adab ketuhanan mereka. Setiap kabilah arab punya agama masing-masing yang terhitung benar dan hak oleh mereka sendiri. Mereka mengaku sebagai umat beragama seperti aqidah agama Ibrahim dan Ya’kub As, meskipun mereka juga tetap menyembah berhala. Yahudi dan Kristen pun mengaku sebagai umat beragama yang mengikuti aqidah nabi-nabi Bani Israil, meskipun praktek aqidah dan ibadah mereka tiap harinya jauh dari kemurnian aqidah ketuhanan nabi-nabi mereka sendiri.
Di akhir penggalan kisah Ya’kub As, saya mengajak para pedamba husnul khatimah untuk memetik hikmah kehidupan seperti yang dibiaskan pesan kematian ayat di atas:
“Ingat dan ingatkan keturunan Anda tauhid murni yang Mengesakan Allah Yang Tiada duanya. Di layar kehidupan Anda, Ya’qub As teladan yang baik. Meskipun keturunannya dari nabi-nabi Allah, tetapi dia tetap mengingat tanggung jawabnya sebagai orang tua yang wajib mewasiatkan aqidah yang bertauhid sepeninggalnya.
Tanggungjawab, tetap tanggung jawab. Aqidah tauhid tetap aqidah tauhid. Jangan sepelekan tanggungjawab sebagai orang tua dan jangan pernah ingin melepaskan diri dari ikatan tauhid yang benar! Yang rugi, mereka yang menyepelekan tanggungjawab ketauhidan terhadap generasi umat mendatang.
Tutuplah lembaran terakhir layar kaca kehidupan dunia Anda dengan meminta putra-putri Anda untuk mengikuti kiblat nabi-nabi Allah SWT yang mengesakan Allah SWT dalam aqidah tauhid yang benar! Ikuti mereka dan jangan pandang sebelah mata!” Wydoes – widoes81@yahoo.co.id
No comments:
Post a Comment