Kenaikan Gaji DPR: Demokrasi yang Kehilangan Nurani

Kenaikan Gaji DPR: Demokrasi yang Kehilangan Nurani - Rakyat Indonesia menatap realita dengan mata yang perih. Saat harga kebutuhan pokok melambung, pajak memberatkan, dan para guru honorer berjuang untuk sesuap nasi, sebuah kabar mengejutkan datang dari Gedung Parlemen: gaji anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) kini menembus angka fantastis, lebih dari Rp100 juta per bulan. Ini bukan sekadar angka di atas kertas; ini adalah simbol jurang yang semakin lebar antara elite yang berkuasa dengan rakyat yang diwakilinya.


Mengapa kenaikan gaji ini begitu menyakitkan? Karena terjadi di tengah kondisi ekonomi yang sangat sulit bagi rakyat. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) per Februari 2025, rata-rata pendapatan harian rakyat Indonesia hanya sekitar Rp215.000. Bandingkan dengan gaji harian seorang anggota DPR yang mencapai sekitar Rp3 juta. Ini berarti, dalam satu hari, seorang wakil rakyat mengantongi penghasilan yang setara dengan hampir 14 kali lipat pendapatan harian rata-rata rakyat biasa.

​Ketika Indeks Menabung Konsumen (IMK) melorot tajam ke level 82,2 pada Juli 2025—sebuah indikasi bahwa rakyat semakin sulit menabung karena pengeluaran yang tinggi—DPR justru mengumumkan kenaikan gaji dengan dalih kompensasi tunjangan rumah dinas yang diubah menjadi uang tunai. Di mana logika moral mereka? Di mana solidaritas mereka terhadap rakyat yang tengah berjuang mati-matian?

​Kinerja yang Tidak Sejalan dengan Gaji
​Pertanyaan mendasar yang muncul adalah: untuk apa gaji sebesar itu? Apakah kenaikan ini didasari oleh peningkatan kinerja yang luar biasa?
​Fakta di lapangan menunjukkan sebaliknya:
  • Target legislasi yang sering kali tidak tercapai.
  • Undang-undang yang dihasilkan sering kali kontroversial dan lebih berpihak pada kepentingan pemodal besar, bukan rakyat kecil.
  • Fungsi pengawasan yang tumpul, terutama saat berhadapan dengan kekuasaan atau kepentingan oligarki.
​Alih-alih melindungi rakyat, DPR justru sibuk mengurus kenyamanan mereka sendiri. Di luar gaji pokok yang hanya sekitar Rp4,2 juta, penghasilan mereka membengkak karena berbagai tunjangan yang nilainya bisa mencapai puluhan juta rupiah, mulai dari tunjangan jabatan, komunikasi intensif, kehormatan, hingga transportasi. Kondisi ini membuat publik bertanya: apakah mereka benar-benar bekerja untuk rakyat atau untuk kantong pribadi?

Krisis Kepercayaan dan Legitimasi

​Kekecewaan rakyat sudah mencapai puncaknya. Dari warung kopi hingga media sosial, suara-suara yang menyerukan reformasi total DPR semakin nyaring. Bahkan, muncul seruan ekstrem untuk membubarkan DPR jika terus bersikap tuli. Meskipun secara konstitusi hal ini sulit dilakukan, seruan tersebut adalah cerminan dari krisis legitimasi yang serius. Ketika rakyat tidak lagi percaya kepada wakilnya, maka demokrasi hanya akan menjadi sandiwara tanpa makna. Gedung Parlemen yang megah hanya akan menjadi monumen kosong yang berdiri di atas penderitaan rakyat.

​Editorial ini bukan sekadar jeritan emosional, melainkan panggilan akal sehat. Kita tidak menolak DPR sebagai institusi, tetapi kita menolak DPR yang mengkhianati amanah rakyat. Kenaikan gaji ini bukanlah masalah utama, melainkan gejala dari kegagalan institusi untuk merepresentasikan suara rakyat.

​Maka, tuntutan rakyat kini jelas dan tak bisa ditawar:
  1. Transparansi Penghasilan: DPR harus membuka seluruh komponen gaji dan tunjangan kepada publik.
  2. Evaluasi Kinerja: Harus ada mekanisme evaluasi kinerja yang transparan dan akuntabel.
  3. Solidaritas Moral: Di tengah krisis, sudah selayaknya para wakil rakyat menunjukkan empati dengan memangkas fasilitas mewah dan mengalihkan dana tersebut untuk membantu rakyat.
​Jika DPR terus menutup mata dan telinga, jangan salahkan rakyat jika akhirnya mereka tidak lagi butuh wakil yang hanya bekerja untuk dirinya sendiri. Demokrasi hanya bisa hidup jika rakyat percaya kepada wakilnya. Tanpa kepercayaan itu, demokrasi hanyalah ilusi.

​Sekarang, pertanyaan terakhir untuk para wakil rakyat yang terhormat adalah ini: kalian bekerja untuk siapa? Untuk rakyat, atau untuk kantong sendiri?



READ MORE - Kenaikan Gaji DPR: Demokrasi yang Kehilangan Nurani

Analisis Kasus Bendera One Piece

Di sebuah negeri yang katanya menghargai kebebasan, kita menyaksikan sebuah ironi yang begitu mencolok. Sebuah bendera bajak laut dari sebuah komik, One Piece, telah menjadi subjek ketegangan yang lebih besar daripada ancaman nyata seperti ketidakstabilan ekonomi atau utang negara yang kian membengkak. Sebuah mural yang penuh warna, ekspresi seni dari imajinasi kolektif, dianggap lebih berbahaya daripada fakta-fakta kelam terkait korupsi atau ketidakadilan yang merajalela.

​Mengapa simbol fiksi bisa membuat sebuah negara seolah-olah dilanda kepanikan?

Semiotika Simbol: Melampaui Sekadar Gambar

​Mari kita renungkan pemikiran Roland Barthes, seorang pemikir semiotika ternama. Ia mengingatkan kita bahwa sebuah simbol bukanlah sekadar gambar; ia adalah sebuah bahasa, sebuah tanda yang sarat makna. Ketika rakyat diberikan kebebasan untuk menafsirkan bahasa ini, ia bisa menjadi kekuatan yang lebih dahsyat dari seribu peluru. Bagi jutaan penggemarnya, bendera bajak laut dalam One Piece adalah lambang petualangan, persahabatan, dan perjuangan melawan tirani. Namun, bagi kekuasaan yang cenderung paranoid, simbol ini dapat diartikan sebagai tanda pembangkangan, sebuah janji akan pemberontakan yang membayangi.

​Kekuasaan dan Kontrol atas Diskursus

Michel Foucault pernah mengajarkan kepada kita bahwa kekuasaan tidak hanya beroperasi melalui kekuatan fisik, senjata, atau hukum. Ia bekerja dengan cara yang lebih halus, dengan mengendalikan diskursus—ruang di mana kita berpikir, berbicara, dan bahkan membayangkan. Kasus bendera One Piece ini adalah contoh nyata dari upaya tersebut. Simbol ini membuka pintu ke sebuah dunia imajinasi yang tak terkontrol, sebuah gagasan yang terlalu liar untuk dibiarkan. Bagi rezim yang ingin agar pikiran rakyatnya teratur seperti barisan tentara, imajinasi bebas adalah sebuah ancaman yang tak bisa ditolerir.

​Kebohongan Terorganisir dan Kontrol Sosial

​Lebih jauh lagi, pemikiran Hannah Arendt tentang organized lying atau kebohongan yang terorganisir, menjadi sangat relevan. Hari ini, sebuah simbol dinyatakan berbahaya. Besok, mungkin simbol yang sama tiba-tiba dianggap aman. Rakyat dipaksa untuk mengubah pandangan mereka sesuai dengan arah angin politik yang berhembus. Inilah cara halus untuk mengendalikan masyarakat tanpa harus menembakkan sebutir peluru pun. Kekuasaan memastikan bahwa persepsi kita tentang realitas selalu beradaptasi dengan narasi yang mereka ciptakan.

​Bukankah ini sebuah ironi yang mendalam dalam sebuah negara yang menganut demokrasi? Konstitusi kita menjamin kebebasan berekspresi, namun dalam praktiknya, sebuah bendera kartun bisa diperlakukan seperti kejahatan, sementara korupsi yang merusak dianggap sebagai ‘oli’ pembangunan. Fenomena ini mengingatkan kita pada pandangan George Orwell: ketika sebuah negara mengklaim sedang melindungi rakyatnya, yang sebenarnya mereka lindungi adalah kekuasaan mereka sendiri.

​Melawan Penjajahan atas Imajinasi

​Saudara-saudara sekalian, kasus bendera One Piece ini bukanlah sekadar masalah tentang anak muda yang terlalu fanatik pada anime. Ini adalah perdebatan fundamental tentang bagaimana sebuah negara memandang rakyatnya—sebagai subjek yang berhak atas kebebasan berpikir, atau sebagai objek yang pikirannya harus diatur. Selama makna sebuah simbol dimonopoli oleh penguasa, kebebasan berekspresi yang kita miliki hanyalah sebuah ilusi belaka.

​Hari ini yang dilarang adalah bendera fiksi. Esok hari, siapa yang tahu? Mungkin gambar Doraemon akan dianggap sebagai ancaman, karena pintu ke mana saja yang ia miliki bisa membuka rahasia gelap kekuasaan.

​Maka dari itu, tugas kita bukan hanya membela sebuah gambar. Tugas kita adalah membela hak untuk bermimpi, berimajinasi, dan menyampaikan kebenaran—bahkan jika kebenaran itu lahir dari dunia fiksi. Di sebuah negeri yang takut pada imajinasi, kita harus berani menjadi bajak laut: bajak laut yang membajak kembali kebebasan pikirannya sendiri.




READ MORE - Analisis Kasus Bendera One Piece

Danau Singkarak Menjerit, Melawan Ancaman di Depan Mata!

Danau Singkarak Menjerit, Melawan Ancaman di Depan Mata!

​Anak Nagari Malalo, dan seluruh rakyat yang mencintai tanah tumpah darah kita! Kita berdiri di ambang krisis yang tak termaafkan. Danau Singkarak, jantung kehidupan dan kebanggaan kita, telah hancur oleh keserakahan yang berkedok pembangunan. PLTA telah merenggut napas danau kami, membawa ikan bilih, sang endemik kebanggaan, ke jurang kepunahan. Dan kini, ancaman baru muncul, lebih keji, lebih berbahaya: Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) terapung di atas air suci Danau Singkarak.

Cukuplah sudah! Kami, Anak Nagari Malalo, bersama Gerakan Rakyat, sebuah perkumpulan berbadan hukum yang sah, bersumpah menolak keras PLTS ini! Kami tidak akan membiarkan alam kami dihancurkan lagi, karena kami tahu, bencana susul-menyusul akan datang jika kita diam saja!

​Luka Lama yang Menganga: Warisan Pahit PLTA

​Kita tidak boleh lupa. Pembangunan PLTA di Danau Singkarak adalah bukti nyata bagaimana intervensi manusia tanpa perhitungan matang dapat membawa malapetaka. Perubahan drastis debit air, fluktuasi muka air yang tak menentu, semua itu adalah pukulan telak bagi Danau Singkarak.


Secara ilmiah, dampaknya sangat gamblang:
  • Perubahan Ekosistem Akibat Fluktuasi Air: PLTA secara fundamental mengubah rezim hidrologi alami danau. Naik turunnya permukaan air secara ekstrim menghancurkan zona litoral (tepi danau) yang merupakan area krusial bagi pemijahan ikan bilih dan habitat bagi mikroorganisme. Ini merusak siklus hidup alami ikan, mengurangi ketersediaan makanan, dan akhirnya, mendorong ikan bilih ke ambang kepunahan.
  • Degradasi Kualitas Air: Perubahan pola aliran danau juga dapat menyebabkan stratifikasi air yang tidak sehat, mengurangi kadar oksigen terlarut di lapisan bawah, dan meningkatkan akumulasi sedimen serta polutan. Danau kita tidak lagi sebersih dulu.
​PLTA adalah pembelajaran pahit tentang pembangunan yang mengorbankan keberlanjutan. Kini, sejarah kelam itu hendak diulang, dengan ancaman yang bahkan lebih besar.

​PLTS Terapung: Racun Baru Berkedok Energi Bersih

​Mereka datang dengan narasi "energi hijau" dan "solusi masa depan". Jangan tertipu! PLTS terapung di Danau Singkarak bukanlah solusi, melainkan bencana ekologis yang akan mempercepat kematian danau kita dan memicu serangkaian malapetaka.
Secara ilmiah, dampaknya akan jauh lebih kompleks dan berbahaya dari yang dibayangkan:
  • Perubahan Suhu dan Kimia Air Drastis: Panel surya akan menutupi permukaan danau, menghalangi penetrasi sinar matahari secara langsung. Ini akan menyebabkan penurunan suhu air secara signifikan di bawah panel (hipotermia air) dan menghambat fotosintesis fitoplankton dan alga yang menjadi produsen primer dalam rantai makanan danau. Akibatnya, produksi oksigen terlarut akan menurun drastis, menciptakan kondisi anoksia atau hipoksia (kekurangan oksigen) yang mematikan bagi ikan dan organisme akuatik. Ini adalah pemicu utama kematian massal ikan.
  • Gangguan Cahaya dan Orientasi Ekologis: Ikan bilih dan banyak spesies air lainnya sangat bergantung pada pola cahaya alami untuk navigasi, mencari makan, dan terutama untuk siklus reproduksi mereka. Hamparan panel gelap akan menciptakan "zona mati" di mana pola cahaya terganggu parah, membingungkan ikan, dan mengganggu perilaku kawin serta migrasi mereka. Ini akan menjadi pukulan telak bagi upaya pelestarian ikan bilih yang sudah kritis.
  • Ancaman Mikroplastik dan Logam Berat Akut: Panel surya, meskipun tampak kokoh, terbuat dari material yang dapat terdegradasi. Paparan terus-menerus terhadap air, sinar UV, dan gelombang akan menyebabkan pelepasan mikroplastik dari kerangka panel dan komponen lainnya. Selain itu, logam berat dari sel fotovoltaik (seperti kadmium atau timbal, tergantung jenis panel) berpotensi bocor ke dalam air jika terjadi kerusakan. Mikroplastik dan logam berat ini adalah kontaminan persisten yang sangat sulit dihilangkan, bersifat bioakumulatif (menumpuk dalam rantai makanan) dan bersifat toksik. Bayangkan, Danau Singkarak kita akan menjadi kolam racun, mengancam tidak hanya ikan, tetapi juga manusia yang mengonsumsi air dan ikan dari danau ini!
  • Gangguan Lingkungan Sosial dan Bencana Susulan: Proyek PLTS akan merusak keindahan alam danau yang menjadi daya tarik utama pariwisata. Ini akan menghancurkan mata pencarian masyarakat lokal yang bergantung pada pariwisata dan perikanan. Kerusakan ekosistem yang parah, ditambah dengan potensi pencemaran, dapat memicu bencana lingkungan susulan seperti ledakan populasi alga beracun (algal bloom) akibat ketidakseimbangan ekosistem, penyakit pada ikan, hingga masalah kesehatan masyarakat akibat kontaminasi air.
​Bersatu Melawan, Menjaga Warisan! Suara Gerakan Rakyat Adalah Kekuatan Hukum Kita!

Kami, Anak Nagari Malalo, tidak sendirian dalam perjuangan ini! Gerakan Rakyat, sebagai sebuah perkumpulan berbadan hukum yang terorganisir dan memiliki kekuatan legal, kini bangkit dan bersatu dengan kami. Kami menolak kemajuan yang mengkhianati alam. Kami menuntut pembangunan yang bertanggung jawab, yang selaras dengan alam, bukan menghancurkannya.

Dengan kekuatan kolektif Gerakan Rakyat, yang berdiri di atas landasan hukum dan aspirasi murni masyarakat, kami menuntut keras:
  • Pembatalan total proyek PLTS terapung di Danau Singkarak! Tidak ada kompromi untuk Danau kami! Suara rakyat, yang terwadahi dalam Gerakan Rakyat, adalah suara kebenaran dan keadilan!
  • Prioritas utama pada rehabilitasi danau serta upaya konkret pelestarian ikan bilih dan seluruh ekosistem Danau Singkarak, dengan partisipasi aktif masyarakat dan advokasi kuat dari Gerakan Rakyat.
  • Pengembangan energi terbarukan yang berkelanjutan dan tidak merusak lingkungan, di lokasi yang tepat dan tidak mengorbankan sumber daya vital seperti danau kita. Rakyat, melalui Gerakan Rakyat, berhak atas energi bersih yang tidak merusak hidup mereka dan masa depan generasi!
​Jangan biarkan danau kita menjadi bangkai. Jangan biarkan generasi mendatang hanya mengenal ikan bilih dari cerita. Mari kita bersatu, bangkit melawan, dan lindungi Danau Singkarak dari kehancuran yang sudah di depan mata! Gerakan Rakyat adalah benteng terakhir Danau Singkarak, yang berjuang dengan legitimasi dan kekuatan hukum! Danau Singkarak adalah nyawa kami, masa depan anak cucu kami!

​Dalam versi ini, saya telah menambahkan frasa seperti "sebuah perkumpulan berbadan hukum yang sah" dan "yang berdiri di atas landasan hukum dan aspirasi murni masyarakat" untuk memperjelas status Gerakan Rakyat. Saya juga menyisipkan "dengan legitimasi dan kekuatan hukum" di bagian akhir. 

READ MORE - Danau Singkarak Menjerit, Melawan Ancaman di Depan Mata!

Mengenal Anatomis Sandera Politik di Indonesia

Di hadapan lanskap politik Indonesia yang kian keruh, tak dapat dipungkiri bahwa narasi tentang partai politik yang tersandera oleh kekuatan di luar nurani rakyat semakin mengemuka. 

Sebuah realitas pahit yang memunculkan pertanyaan fundamental: siapa sesungguhnya yang dilayani oleh partai-partai ini? Apakah suara rakyat masih menjadi prioritas, ataukah telah tergadaikan pada bisikan-bisikan serakah dari balik layar?

Anatomis Sandera Politik di Indonesia
Fenomena penyanderaan partai politik di Indonesia bukanlah isapan jempol belaka, melainkan sebuah simfoni kompleks dari berbagai aktor dengan motif yang saling berkelindan:

1. Cukong dan Oligarki Domestik: 

Mereka adalah para pemilik modal raksasa yang telah lama menancapkan kuku-kuku kepentingannya di setiap sendi kekuasaan. Melalui sumbangan dana kampanye yang masif atau investasi tersembunyi, mereka menciptakan ketergantungan finansial yang tak terpisahkan. 

Partai-partai yang terjebak dalam lingkaran ini akan cenderung melahirkan kebijakan yang menguntungkan segelintir kelompok, mengorbankan kesejahteraan umum demi akumulasi kekayaan pribadi. Ini adalah bentuk penjajahan internal, di mana kekuasaan negara dieksploitasi untuk kepentingan segelintir elite, bukan untuk rakyat.

2. Kepentingan Asing dan Aseng: 

Indonesia, dengan segala kekayaan sumber daya alam dan potensi pasarnya, selalu menjadi magnet bagi kepentingan global. Melalui investasi strategis, lobi-lobi politik, atau bahkan agenda-agenda yang terselubung dalam proyek-proyek pembangunan, kekuatan asing dapat memengaruhi arah kebijakan nasional. 

Istilah "Aseng" yang seringkali merujuk pada kepentingan Tionghoa, baik dari dalam maupun luar negeri, juga menjadi bagian dari dinamika ini, di mana investasi besar dan jaringan bisnis yang kuat dapat menciptakan pengaruh politik yang signifikan. 

Dalam konteks ini, partai politik bisa menjadi agen fasilitator bagi penetrasi ekonomi dan politik dari luar, yang pada akhirnya merugikan kedaulatan bangsa dan melemahkan daya saing lokal. 

Mereka adalah penjajah modern yang beroperasi di balik layar meja perundingan, bukan dengan senjata, melainkan dengan daya tawar ekonomi.

3. Pemilik Modal Lainnya (The "Hidden Hand"): 

Di luar kategori cukong dan oligarki yang sudah teridentifikasi, terdapat pula pemilik modal lain yang beroperasi dengan lebih senyap, namun tak kalah destruktif. 

Mereka bisa jadi adalah korporasi multinasional, sindikat bisnis ilegal, atau bahkan individu-individu yang memiliki kekayaan luar biasa dan mampu membeli pengaruh politik demi kelancaran agenda mereka. 

Fenomena ini adalah penjahat negara yang menyusup ke jantung kekuasaan, merusak sistem dari dalam, dan menggerogoti kepercayaan publik.

Akibat dari penyanderaan ini, partai politik cenderung kehilangan independensinya. Mereka beroperasi bukan sebagai representasi murni dari aspirasi rakyat, melainkan sebagai perpanjangan tangan dari para penyandang dana. Kebijakan publik menjadi bias, hukum bisa dibengkokkan, dan pada akhirnya, negara menjadi arena perampokan sumber daya dan penjarahan kekayaan oleh segelintir kelompok, sementara mayoritas rakyat tetap terjerembap dalam kesulitan. 

Ini adalah perampok bangsa yang beroperasi secara legal, menyalahgunakan amanah rakyat untuk memperkaya diri dan kelompoknya.

Gerakan Rakyat di Kabupaten Bekasi: Sebuah Oase di Tengah Pragmatisme?

Dalam konteks Kabupaten Bekasi, sebuah daerah dengan dinamika ekonomi yang tinggi dan populasi yang padat, fenomena pragmatisme politik di kalangan rakyat bukanlah hal asing. Kecenderungan untuk memilih berdasarkan manfaat jangka pendek (uang, sembako, janji instan) daripada visi jangka panjang atau idealisme, menjadi tantangan tersendiri bagi setiap gerakan perubahan.

Di sinilah "Gerakan Rakyat" dengan slogannya "gotong royong untuk Indonesia" menemukan relevansinya.  Organisasi ini berpotensi menjadi oase di tengah gurun pragmatisme. Konsep gotong royong, yang berakar kuat dalam budaya Indonesia, menawarkan antitesis terhadap individualisme dan kepentingan sempit yang didorong oleh kekuatan penyandera.

Membangun Kesadaran Kolektif: 

"Gerakan Rakyat" dapat memainkan peran krusial dalam membangun kesadaran kolektif di kalangan masyarakat Bekasi. Ini berarti mengedukasi rakyat tentang bagaimana partai politik telah tersandera, bagaimana hal itu merugikan mereka secara langsung, dan mengapa penting untuk tidak lagi tergoda oleh janji-janji instan para "penjajah modern" ini. 

Edukasi ini harus bersifat ilmiah dan provokatif, memancing rakyat untuk berpikir kritis dan mempertanyakan status quo.

Mengembalikan Kekuatan pada Rakyat: 

Melalui pendekatan gotong royong, "Gerakan Rakyat" dapat mengorganisir dan memberdayakan masyarakat untuk mengambil kembali kendali atas nasib politik mereka. Ini bukan hanya tentang memilih pemimpin yang benar, tetapi juga tentang menciptakan mekanisme kontrol sosial terhadap partai politik. Ini bisa berupa gerakan swadaya, pengawasan kebijakan, atau bahkan pembentukan kekuatan politik alternatif yang benar-benar berpihak pada rakyat, bukan pada cukong atau asing.

Melawan Pragmatisme dengan Solidaritas: 

Tantangan terbesar adalah mengatasi pragmatisme. "Gerakan Rakyat" perlu menunjukkan bahwa solidaritas dan gotong royong dapat memberikan manfaat yang jauh lebih besar dan berkelanjutan daripada sekadar menerima "serangan fajar" politik. Ini bisa dilakukan melalui program-program berbasis komunitas yang nyata, yang menunjukkan bahwa dengan bersatu, rakyat bisa mencapai perubahan signifikan dalam kehidupan mereka, tanpa harus menggadaikan suara mereka pada para perampok.

Kesimpulan: Momentum Perlawanan

Kondisi partai politik di Indonesia yang tersandera adalah sebuah penyakit kronis yang mengancam masa depan bangsa. Namun, di tengah kegelapan ini, muncul momentum perlawanan. Organisasi seperti "Gerakan Rakyat" di Kabupaten Bekasi, dengan mengusung semangat "gotong royong", memiliki potensi untuk menjadi percikan api yang menyulut kesadaran dan perlawanan rakyat.

Ini adalah panggilan untuk revolusi kesadaran, di mana rakyat, yang selama ini termarginalisasi dan terpecah belah oleh pragmatisme, bersatu kembali. 

Hanya dengan kekuatan kolektif dan semangat gotong royong yang sejati, bangsa ini dapat membebaskan diri dari belenggu cukong, oligarki, asing, dan Aseng – para penjajah, perampok, dan penjahat negara yang selama ini merajalela. Ini bukan hanya tentang menyelamatkan demokrasi, melainkan juga tentang merebut kembali kedaulatan dan martabat bangsa.

Apakah rakyat Kabupaten Bekasi, dan pada akhirnya seluruh Indonesia, akan bangkit dari pragmatisme dan menyambut seruan gotong royong ini untuk masa depan yang lebih bermartabat? Itu adalah pertanyaan yang hanya bisa dijawab oleh waktu dan tindakan nyata.




READ MORE - Mengenal Anatomis Sandera Politik di Indonesia

Ketika Perang Jadi Alasan Menaikkan Pajak, Rakyat Kembali Jadi Korban

Ketika Perang Jadi Alasan, Rakyat Kembali Jadi Korban - Dunia kembali bergejolak. Dentuman meriam dan kabar ketegangan antara Kamboja dan Thailand mungkin terasa jauh di telinga kita. Tapi jangan salah! Jauh di sana, dampaknya bisa sangat dekat... terlalu dekat bagi dompet rakyat kecil.

Lalu, apa yang harus kita waspadai?

Jangan terkejut jika dalam waktu dekat, media mulai ramai memberitakan: harga beras naik karena konflik Thailand-Kamboja. Jangan heran jika kelangkaan pupuk atau BBM terjadi karena ketegangan regional. Dan jangan kaget jika pemerintah perlu menaikkan pajak demi menjaga stabilitas nasional.

Kenapa ini penting?

Karena kita di Indonesia. Karena sejarah kita sudah terlalu sering mengulang skenario lama:

Peristiwa global dijadikan kambing hitam untuk menutupi kelemahan domestik.
Belajar dari Sejarah: Jangan Terjebak Lagi!

Ingat tahun 2008? 

Krisis global menjadi tameng untuk menjustifikasi inflasi dan ketimpangan harga pangan di Indonesia. Padahal, akar masalahnya adalah korupsi dan ketergantungan kita pada impor.

Ingat pandemi COVID-19?

Bukan hanya nyawa yang dirampas virus itu, tapi juga kewarasan kebijakan ekonomi. APBN dibanjiri utang, bansos dikorupsi. Alih-alih membangun kemandirian pangan, kita malah makin tunduk pada logika pasar global.

Dan kini, ketika bayang-bayang perang di Asia Tenggara mengancam, kita harus bersiap. Bukan hanya menghadapi dampaknya, tapi juga propaganda yang mengikutinya.

Fakta dan Data Bicara: Jangan Abai!

Mari kita lihat fakta dan data:

Thailand adalah eksportir beras terbesar kedua di dunia, setelah India. Ketegangan militer bisa mengganggu ekspor mereka ke berbagai negara, termasuk Indonesia yang masih sangat tergantung pada impor pangan.

Menurut data BPS, pada tahun 2023, Indonesia mengimpor lebih dari 3 juta ton beras, sebagian dari Thailand dan Kamboja. Artinya, sedikit saja gangguan di kawasan itu, harga bisa melambung tinggi di pasar lokal.

Pemerintah akan menyebut ini sebagai "kondisi darurat global". Padahal, sejak lama para ahli sudah memperingatkan tentang ketahanan pangan nasional yang rapuh, subsidi pupuk yang terus dipangkas, dan ketergantungan pada utang luar negeri.

Edukasi Politik: Jangan Mau Dibodohi!
Rakyat harus paham bahwa krisis bukan hanya soal luar negeri, tapi soal dalam negeri yang dibiarkan lapuk.

Konflik di luar hanya menjadi alasan sempurna untuk menyembunyikan kegagalan kebijakan di dalam negeri:
  • Gagal membangun pertanian yang berdaulat.
  • Gagal memperkuat industri pupuk nasional.
  • Gagal menjaga daya beli rakyat jelata.
  • Dan yang paling memprihatinkan: gagal jujur kepada rakyat.
Ajakan

Bersatu dalam Barisan Gerakan Rakyat!

Kita tidak boleh lagi hanya menjadi penonton. Kita harus menjadi aktor perubahan.

Gerakan Rakyat bukan sekadar organisasi. Ini adalah barisan rakyat yang sadar, cerdas, dan berani bersuara.
Jika mereka menaikkan harga dan pajak dengan dalih perang, kita akan bertanya: "Kenapa tidak kalian bangun sejak damai?"

Jika mereka menyalahkan luar negeri, kita akan tunjukkan bahwa masalah ada di dalam negeri.

Dan jika mereka bungkam, kita akan bersuara lebih keras!

Penutup:

Perang mungkin terjadi di luar sana. Tapi perlawanan terhadap kebohongan dan manipulasi harus terjadi di sini, sekarang, oleh kita.

Karena jika rakyat terus diam, maka politik akan terus dijalankan oleh mereka yang menjadikan rakyat hanya statistik dan korban.

Bergabunglah dengan Gerakan Rakyat. Bersuaralah. Bersuara untuk kebenaran, keadilan, dan masa depan!



READ MORE - Ketika Perang Jadi Alasan Menaikkan Pajak, Rakyat Kembali Jadi Korban

Debat Kusir

Melihat ayam betinanya bertelur, Baginda tersenyum. Beliau memanggil pengawal agar mengumumkan kepada rakyat bahwa kerajaan mengadakan sayembara untuk umum. Sayembara itu berupa pertanyaan yang mudah tetapi memerlukan jawaban yang tepat dan masuk akal. Barang siapa yang bisa menjawab pertanyaan itu akan mendapat imbalan yang amat menggiurkan. Satu pundi penuh uang emas. Tetapi bila tidak bisa menjawab maka hukuman yang menjadi akibatnya. 

Banyak rakyat yang ingin mengikuti sayembara itu terutama orang-orang miskin. Beberapa dari mereka sampai meneteskan air liur. Mengingat beratnya hukuman yang akan dijatuhkan maka tak mengherankan bila pesertanya hanya empat orang. Dan salah satu dari para peserta yang amat sedikit itu adalah Abu Nawas. 

Aturan main sayembara itu ada dua. Pertama, jawaban harus masuk akal. Kedua, peserta harus mampu menjawab sanggahan dari Baginda sendiri. 

Pada hari yang telah ditetapkan para peserta sudah siap di depan panggung. Baginda duduk di atas panggung. Beliau memanggil peserta pertama. Peserta pertama maju dengan tubuh gemetar. Baginda bertanya, 

"Manakah yang lebih dahulu, telur atau ayam?" "Telur." jawab peserta pertama. 

"Apa alasannya?" tanya Baginda. 

"Bila ayam lebih dahulu itu tidak mungkin karena ayam berasal dari telur." kata peserta pertama menjelaskan. 

"Kalau begitu siapa yang mengerami telur itu?" sanggah Baginda. 

Peserta pertama pucat pasi. Wajahnya mendadak berubah putih seperti kertas. ia tidak bisa menjawab. Tanpa ampun ia dimasukkan ke dalam penjara. 

Kemudian peserta kedua maju. la berkata, "Paduka yang mulia, sebenarnya telur dan ayam tercipta dalam waktu yang bersamaan." 

"Bagaimana bisa bersamaan?" tanya Baginda. 

"Bila ayam lebih dahulu itu tidak mungkin karena ayam berasal dari telur. Bila telur lebih dahulu itu juga tidak mungkin karena telur tidak bisa menetas tanpa dierami." kata peserta kedua dengan mantap. 

"Bukankah ayam betina bisa bertelur tanpa ayam jantan?" sanggah Baginda memojokkan. Peserta kedua bingung. la pun dijebloskan ke dalam penjara. 

Lalu giliran peserta ketiga. la berkata; "Tuanku yang mulia, sebenarnya ayam tercipta lebih dahulu daripada telur." 

"Sebutkan alasanmu." kata Baginda. 

"Menurut hamba, yang pertama tercipta adalah ayam betina." kata peserta ketiga meyakinkan. 

"Lalu bagaimana ayam betina bisa beranak-pinak seperti sekarang. Sedangkan ayam jantan tidak ada." kata Baginda memancing. 

"Ayam betina bisa bertelur tanpa ayam jantan. Telur dierami sendiri. Lalu menetas dan menurunkan anak ayam jantan. Kemudian menjadi ayam jantan dewasa dan mengawini induknya sendiri." peserta ketiga berusaha menjelaskan. 

"Bagaimana bila ayam betina mati sebelum ayam jantan yang sudah dewasa sempat mengawininya?" 

Peserta ketiga pun tidak bisa menjawab sanggahan Baginda. la pun dimasukkan ke penjara. 

Kini tiba giliran Abu Nawas. la berkata, "Yang pasti adalah telur dulu, baru ayam." 

"Coba terangkan secara logis." kata Baginda ingin tahu 

"Ayam bisa mengenal telur, sebaliknya telur tidak mengenal ayam." kata Abu Nawas singkat. 

Agak lama Baginda Raja merenung. Kali ini Baginda tidak nyanggah alasan Abu Nawas.

READ MORE - Debat Kusir

Kisah Cinta Rasulullah dan Siti Khadijah

Khadijah dilahirkan pada tahun 68 sebelum Hijriyah, di sebuah keluarga yang mulia dan terhormat. Dia tumbuh dalam suasana yang dipenuhi dengan perilaku terpuji. Ulet, cerdas dan penyayang merupakan karakter khusus kepribadiannya. Sehingga masyarakat di zaman Jahiliyah menjulukinya sebagai At-Thahirah (seorang wanita yang suci). 

Selain itu, Khadijah juga berprofesi sebagai pedagang yang mempunyai modal sehingga bisa mengupah orang untuk menjalankan usahanya. Kemudian Khadijah akan membagi keuntungan dari perolehan usaha tersebut. Rombongan dagang miliknya juga seperti umumnya rombongan dagang kaum Quraisy lainnya.

Khadijah binti Khuwailid merupakan isteri pertama Nabi Muhammad saw. Nama lengkapnya adalah Khadijah binti Khuwailid bin Asad bin Abdul Uzza bin Qushai. Khadijah al-Kubra, anak perempuan dari Khuwailid bin Asad dan Fatimah binti Za'idah, berasal dari kabilah Bani Asad dari suku Quraisy. Ia merupakan wanita as-Sabiqun al-Awwalun (golongan yang pertama masuk Islam). 

1. Memberikan Pekerjaan Kepada Muhammad

Lalu, suatu saat dia mendengar tentang Muhammad, sesuatu yang menarik perhatian Khadijah tentang kejujuran, amanah, dan kemuliaan akhlak beliau. Pada saat itu, Abu Thalib berkata pada keponakannya, Muhammad saw, 

"Aku adalah orang yang tidak mempunyai harta sedangkan kebutuhan zaman semakin hari semakin mendesak. Umur telah kita lalui dengan sia-sia tanpa ada harta dan perniagaan. Lihatlah Khadijah, dia mampu mengutus beberapa orang untuk menjalankan niaganya, sehingga mereka mendapatkan hasil dari barang yang diniagakan. Andai engkau datang kepadanya (untuk menjalankan niaganya) dengan keutamaanmu dibandingkan yang lainnya, tentu tidak akan ada yang menyaingimu, terutama sekali dengan kesucianmu.” 

Kemudian Khadijah memberikan pekerjaan kepada Rasulullah agar menjalankan barang dagangannya ke negeri Syam dengan ditemani anak bernama Maisarah. Beliau diberi modal yang cukup besar dibandingkan lainnya. 

Rasulullah menerima pekerjaan tersebut dan disertai Maisarahmenuju kota Syam. Sesampainya di negeri tersebut beliau mulai menjual barang dagangannya, dan kemudian hasil dari penjualan tersebut beliau belikan barang lagi untuk dijual di Makkah. 

Setelah misi dagangnya selesai, beliau bergabung dengan kafilah kembali ke Makkah bersama Maisarah. Keuntungan yang didapatkan Rasulullah sungguh berlipat ganda, sehingga Khadijah menambahkan bonus untuk beliau dari hasil penjualan tersebut.

2. Muhammad Menikah dengan Khadijah

Sesampainya di Makkah, Maisarah menceritakan perilaku baik Muhammad yang dilihatnya dengan mata kepala sendiri. Khadijah merasa tertarik dengan cerita tersebut dan segera mengutus Maisarah untuk datang pada Muhammad dan menyampaikan pesannya untuk beliau. 

“Wahai anak pamanku, aku senang kepadamu karena kekerabatan, kekuasaan terhadap kaummu, amanahmu, kepribadianmu yang baik, dan kejujuran perkataanmu.” Kemudian Khadijah menawarkan dirinya kepada Muhammad. 

Rasulullah menceritakan perihal ini kepada para pamannya. Tidak lama kemudian Hamzah bin Abdul Muthalib bersama Muhammad datang pada Khuwailid bin Asad, bermaksud meminang putrinya itu untuk Muhammad.

Kemudian Khuwailid berkata, “Dia itu kuda yang tidak dicocok hidungnya.” (Maksudnya, seorang yang mulia). Muhammad kemudian menikahi Khadijah dan memberinya dua puluh unta muda. 

Saat itu Khadijah berumur 40 tahun dan Muhammad berumur 25 tahun. Dialah perempuan pertama yang dinikahi Nabi saw, dan beliau tidak menikah dengan siapa pun kecuali setelah Khadijah meninggal dunia. Dari Khadijah lahirlah Qasim, Abdullah, Zainab, Ruqayyah, Ummu Kultsum dan Fathimah.

3. Orang Pertama Beriman pada Kenabian Muhammad

Saat menerima risalah kenabian, Khadijah merupakan orang pertama yang percaya kepada Allah dan Rasul beserta ajaran-ajaran-Nya. 

Nabi Muhammad pun tidak menghiraukan berbagai ancaman dan propaganda yang datangnya dari kaum musyrikin. Karena disampingnya terdapat sang kekasih pilihan Allah yang dengan setia mendampingi dan memperkuat aktifitas dakwahnya, sehingga terasa ringan beban yang diemban dan ringan pula menghadapi cobaan apa pun yang dilakukan oleh kaumnya. 

Setelah menerima wahyu pertama di Gua Hira, Rasulullah kembali ke rumah dengan perasaan takut seraya berkata kepada Khadijah, ”Selimuti aku! Selimuti aku!” Maka Khadijah menyelimutinya hingga hilang perasaan takutnya itu. Beliau menceritakan semua yang telah terjadi. “Aku khawatir pada diriku,” kata Rasulullah.

Khadijah menjawab, “Tidak perlu khawatir, Allah tidak akan pernah menghinakanmu, sesungguhnya engkau orang yang menjaga tali silaturrahmi, senantiasa mengemban amanah, berusaha memperoleh sesuatu yang tiada, selalu menghormati tamu dan membantu orang-orang yang berhak untuk dibantu.”

4. Menemui Pendeta Waraqah

Khadijah mengajak suaminya menemui Waraqah bin Naufal, sepupunya yang memeluk agama Nasrani di zaman Jahiliyah dan menulis buku Injil dengan bahasa Ibrani. “Dengarkan sepupuku, kata-kata dari keponakanmu ini!” kata Khadijah.

“Wahai keponakanku, apa yang engkau lihat?” tanya Waraqah pada Muhammad saw. 

Rasulullah menceritakan tentang apa yang telah dilihatnya.

Waraqah berkata, “Ini adalah Malaikat yang telah Allah turunkan kepada Nabi Musa. Andai aku dapat bertahan, aku berharap masih hidup ketika kaummu mengusirmu.”

Rasulullah bertanya, “Kenapa mereka mengusirku?”

“Tidak seorang pun yang datang dengan sesuatu sebagaimana yang kau emban ini kecuali dimusuhi oleh kaumnya. Jika aku masih hidup sampai pada harimu, tentu aku akan menolongmu dengan sungguh-sungguh,” jawabnya.

Waraqah tidak sempat terlibat dalam aktifitas dakwah Nabi, karena keburu meninggal dunia dan tidak sempat mendengarkan ajaran wahyu yang diturunkan pada Muhammad SAW.

4. Isteri Yang Dicemburui 'Aisyah

Rasulullah dan Khadijah tetap berdiam di Makkah dan melakukan shalat secara rahasia dengan kehendak Allah. 

Khadijah memang sangat dicintai dan dihormati oleh Rasulullah. Beliau juga tidak pernah berselisih dengan apa yang dikatakan Khadijah pada beliau, terutama pada saat sebelum wahyu turun. Bahkan walau Khadijah telah tiada, Rasulullah selalu menyebut-nyebutnya dalam setiap kesempatan, dan tidak bosan-bosan memujinya. Sehingga Aisyah, Ummul Mukminin, merasa cemburu. Sampai suatu saat, Aisyah berkata pada Rasulullah,  "Allah telah mengganti wanita tua itu.” 

Tentu saja Rasulullah tersinggung dengan ucapan Aisyah ini, hingga ia berkata pada dirinya, “Ya Allah, hilangkanlah perasaan marah Rasulullah terhadapku dan aku berjanji untuk tidak lagi menjelek-jelekkan Khadijah.”

Aisyah pernah berkata, “Aku tidak pernah cemburu kepada istri-isrti Rasulullah kecuali pada Khadijah. Walaupun aku tidak pernah melihatnya, akan tetapi Rasulullah sering menyebutnya setiap saat. 

Ketika beliau memotong kambing, tak lupa beliau sisihkan dari sebagian daging tersebut untuk kerabat-kerabat Khadijah. 

Ketika aku katakan, seakan-akan tidak ada wanita di dunia ini selain Khadijah. Beliau berkata, sesungguhnya dia telah tiada dan dari rahimnya aku dapat keturunan.”

Aisyah berkata, “Dulu Rasulullah saw. setiap keluar rumah, hampir selalu menyebut Khadijah dan memujinya. Pernah suatu hari beliau menyebutnya sehingga aku merasa cemburu. Aku berkata, ‘Apakah tiada orang lagi selain wanita tua itu. Bukankah Allah telah menggantikannya dengan yang lebih baik?’ 

Lalu, Rasulullah marah hingga bergetar rambut depannya karena amarah dan berkata, ‘Tidak, demi Allah, tidak ada ganti yang lebih baik darinya. Dia percaya padaku di saat semua orang ingkar, dan membenarkanku di kala orang - orang mendustakanku, menghiburku dengan hartanya ketika manusia telah mengharamkan harta untukku. Dan Allah telah mengaruniaiku dari rahimnya beberapa anak di saat istri - istriku tidak membuahkan keturunan.’ 

Kemudian Aisyah berkata, ‘Aku bergumam pada diriku bahwa aku tidak akan menjelek-jelekannya lagi selamanya.”

5. Khadijah Meninggal Dunia

Khadijah, seorang tangan kanan Rasulullah yang senantiasa membantu beliau dalam menjalankan dakwah dan menyebarkan ajaran-ajarannya, meninggal pada tahun ke-3 sebelum Hijrah di kota Makkah pada usia 65 tahun. 

Di saat ajal menjemputnya, Rasulullah menghampiri Khadijah sembari berkata, “Engkau pasti tidak menyukai apa yang aku lihat saat ini, sedangkan Allah telah menjadikan dalam sesuatu yang tidak engkau kehendaki itu sebagai kebaikan.”

Saat pemakamannya, Rasulullah turun ke liang lahat dan dengan tangannya sendiri memasukkan jenazah Khadijah. 

Wafatnya Khadijah merupakan musibah besar, di mana setelahnya diikuti berbagai musibah dan peristiwa yang datangnya secara beruntun. 

Rasulullah SAW memikul beban dengan penuh ketabahan dan kesabaran demi mencapai ridha Allah SWT.

Sebarkan !!! insyaallah bermanfaat.

ﺳُﺒْﺤَﺎﻧَﻚَ ﺍﻟﻠَّﻬُﻢَّ ﻭَﺑِﺤَﻤْﺪِﻙَ ﺃَﺷْﻬَﺪُ ﺃَﻥْ ﻻَ ﺇِﻟﻪَ ﺇِﻻَّ ﺃَﻧْﺖَ ﺃَﺳْﺘَﻐْﻔِﺮُﻙَ ﻭَﺃَﺗُﻮْﺏُ ﺇِﻟَﻴْﻚ 

“Maha suci Engkau ya Allah, dan segala puji bagi-Mu. Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan melainkan Engkau. Aku mohon ampun dan bertaubat kepada-Mu.” (Sumber: www.republika.co.id)

READ MORE - Kisah Cinta Rasulullah dan Siti Khadijah

Kisah Lucu Santri Salah Amalan Doa

Apa jadinya jika kita mengamalkan doa yang salah, namun doa itu tetap manjur? Berikut ini adalah kisah lucu salah seorang santri dari Kyai Kholil Bangkalan, Madura. yang salah mengamalkan doa namun ternyata tetap manjur.

Syaikhona K.H. Mohammad Kholil adalah seorang ulama besar di Nusantara. Beliau adalah guru dari dua Kyai pendiri Ormas Islam terbesar di tanah air yaitu K.H. Hasyim Asy'ari (Nahdlatul Ulama) dan K.H. Ahmad Dahlan (Muhammadiyah). Beliau mempunyai pondok pesantren di Bangkalan, Madura

Alkisah Kyai Kholil yang juga dikenal wali dan punya banyak karomah itu mempunyai khodam atau pelayan dari salah satu santri beliau. Si Khodam ini bertanggung jawab mengurus kitab-kitab beliau. Ia bertugas membawanya ketika sang kyai mengajar, membersihkannya, dan meletakkan kembali di tempat semula.

Suatu hari, ketika sedang membersihkan kitab, tidak sengaja khodam itu melihat di halaman kitab ada tulisan "DO'A AQEQET" dalam tulisan Arab.

"Wah, ini doa kesukaan saya," gumamnya dalam hati.

Aqeqet atau Akeket adalah bahasa Madura artinya BERKELAHI. Khodam itu segera menghafalkan doa yang hanya beberapa kalimat itu. Setelah merasa sudah hafal, dia mengembalikan kitab itu ke tempat semula.

Suatu hari, si khodam terlibat perselisihan dengan santri lain yang menjadi ketua pengurus pondok pesantren. Khodam yang tubuhnya kerempeng itu biasanya selalu mengalah. Tetapi kali ini dia ngeyel tidak mau mengalah. Dia menantang ketua pengurus pondok yang tubuhnya lebih besar dan kekar.

Beberapa saat khodam itu komat kamit membaca "doa aqeqet" yang sudah dihapalnya sambil menyingsingkan lengan bajunya.

"Maju kamu!" tantang ketua pengurus sambil mengenakan kopiahnya.

"Oh, jelas," kata khodam dengan posisi siap tempur.

Perkelahianpun dimulai. Santri-santri berdatangan menyaksikan tontonan gratis itu.

Dari awal, khodam terus mendesak mundur ketua pengurus. Sorak sorai bergemuruh. Ketua pengurus kaget dan terheran-heran dengan kekuatan serangan khodam yang sejak dulu dia remehkan. Akhirnya, ketua pengurus pondok menyerah kalah. Padahal dia dikenal memiliki banyak ragam ilmu beladiri.

Kejadian itu membuat si khodam menjadi terkenal. Pada hari-hari berikutnya, banyak santri yang menjajal kekuatan khodam itu. Namun, setiap berkelahi, khodam selalu menang.

Ketenaran si khodam akhirnya terdengar oleh Syaikhona Kyai Kholil. Mungkin karna penasaran, beliau memanggil khodamnya itu.

"Khodam, kesini kamu!" panggil kyai.

"Baik kyai," jawab khodam dengan ta'dzim dan bergegas menghampiri.

"Saya dengar kamu selalu menang berkelahi," selidik Kyai Kholil penasaran.

"Barokahnya kitab Kyai," jawab khodam merendah.

"Mengapa begitu?" Tanya kyai Kholil.

"Saya mendapatkan do'a berkelahi (akeket) dari kitab kyai," terang khodam.

"Coba saya mau lihat," kata kyai Kholil semakin ingin tau.

"Ini kyai," jawab khodam sambil menunjukkan halaman kitab "referensi"-nya.

Dalam huruf Arab, Aqiqah ditulis dengan عقيقة . Kitab di pondok pesantren memang kebanyakan bertulisan Arab tanpa haroqat atau tanda baca. Istilahnya Arab Gundul. Dan selain dalam bahasa Arab, biasanya huruf Arab tersebut diberi keterangan berupa tulisan Arab juga yang disebut Huruf Pegon.

Bedanya, meskipun sama-sama huruf Arab, huruf Pegon ini bukanlah bahasa Arab tapi merupakan bahasa daerah. Biasanya bahasa Jawa atau Madura. Oleh karena itu, kata عقيقة yang seharusnya dibaca Aqiqah dalam bahasa Arab malah dibaca Aqeqet atau Akeket oleh si khodam yang artinya "Berkelahi" dalam bahasa Madura.

"Oh, ini do'a AQIQAH nak. Bukan AKEKET," kata Kyai Kholil.

Mendengar keterangan kyainya, khodam itu terkaget lalu tertunduk malu. Doa yang dia pakai untuk berkelahi ternyata doa untuk Aqiqah.

Khodam itu salah baca, tapi kok manjur? Itulah kekuatan doa yang diiringi keyakinan kuat di hati.

READ MORE - Kisah Lucu Santri Salah Amalan Doa

Mengenal Ummul Mukminin Khadijah binti Khuwailid

Ummul Mukminin Khadijah binti Khuwailid seorang wanita kaya dan pedagang besar. Ia bekerja sama dengan laki-laki untuk bagi hasil barang dagangannya. Karena wanita di masa itu tidak terbiasa keluar jauh

Khadijah binti Khuwailid dilahirkan di Mekah tahun 68 sebelum hijrah. Ia berasal dari keluarga bangsawan Quraisy. Khadijah dididik dengan akhlak mulia dan terhormat sebagai seorang wanita. Sehingga tumbuhlah ia dengan karakter yang kuat, cerdas, dan menjaga kehormatan.

Ketika Khadijah dan Muhammad telah sepakat bekerja sama, Khadijah menyertakan seorang budak laki-lakinya yang bernama Maisaroh untuk membawa barang dagangan itu hingga ke Syam.

Di daerah Romawi itu, Muhammad bin Abdullah berteduh di bawah pohon dekat dengan kuil milik seorang pendeta. Si pendeta datang mendekati Maisaroh. 

Ia berkata, “Siapa laki-laki yang berteduh di bawah pohon itu?” 

“Ia seorang laki-laki Quraisy dari penduduk al-Haram”, jawab Maisaroh. Si pendeta berkata lagi, “Tak seorang pun yang singgah di bahwa pohon ini kecuali seorang nabi.”

Maisaroh terperanjat berdagang dengan Muhammad karena mendapat berkah dan untung berlipat. la pun mengabarkan tentang kemuliaan akhlak Muhammad bin Abdullah dan sifat-sifatnya yang istimewa, kepada Khatijah.

Sebelumnya Khadijah telah menikah dua kali. Pertama menikah dengan Atiq bin A’id al-Makhzumi, kemudian ia meninggal. 

Dan yang kedua, dengan Abu Halah bin Nabbasy at-Tamimi, yang juga meninggal.

Akhirnya Khatijah menikah lagi dengan Muhammad.

Kedua pasangan mulia ini terus bersama hingga Khadijah wafat di usia 65 tahun. Dan Rasulullah berusia 50 tahun. Ini adalah masa terlama kebersamaan nabi bersama istrinya, dibanding dengan istri-istri yang lain. 

Nabi tak menikahi wanita lain saat bersama Khadijah. Hal itu karena kemuliaan yang dimiliki Khadijah. 

Ia juga memberi beliau putra dan putri. Qasim, Abdullah, Zainab, Ruqayyah, Ummu Kultsum, dan si bungsu Fatimah adalah buah dari pernikahan keduanya.

Allah Ta’ala menganugerahkan Khadijah hati dan ruh yang suci dan cahaya keimanan.

Ketika Rasulullah menerima wahyu pertama,Khatijah menjadi orang pertama yang berperan penting menenangkan Nabi yang sedang ketakutan dan gemetaran

Kemudian ia mengajak Nabi menemui sepupunya, Waraqah bin Naufal. 

Di masa jahiliyah, Waraqah adalah seorang laki-laki Nasrani. Ia menulis Injil dengan Bahasa Arab. Dan ia sudah tua sampai-sampai buta karena ketuaannya. Ia memberi kabar baik kepada Nabi. 

Waraqah bercerita bahwa apa yang baru saja beliau jumpai adalah an-Namus (Jibril) yang juga datang menemui Musa.

Dalam keadaan yang aneh dan membingungkan itu, Khadijah lah orang pertama yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya. 

Melalui wanita mulia ini, Allah berikan banyak jalan keluar dan kemudahan untuk beliau. 

Saat ia pulang mendakwahkan risalahnya, Khadijah selalu membuatnya jiwa kembali teguh dan bersemangat. Meringankan dan membenarkannya di saat orang-orang mendustakannya.

Setelah memeluk Islam,Khatijah mengorbankan hidupnya dari tenang dan nyaman, berubah menjadi kehidupan penuh cobaan dan tantangan.

Ketika orang-orang Quraisy memboikot dan mengasingkan bani Hasyim ke pinggiran Mekah, Khadijah tak ragu pergi bersama suaminya. 

Waktu pengasingan dan boikot tersebut bukanlah waktu yang singkat. Bani Hasyim begitu menderita, kekurangan makanan, sampai-sampai mereka makan dedaunan karena tak ada makanan. Mereka seolah-olah akan mati kelaparan.

Dalam keadaan tersebut, Khadijah yang bukan bagian dari Bani Hasyim, tetap menemani sang suami. 

Inilah jalan dakwah, tidak mudah. Sehingga pasangan hidup orang-orang yang meniti jalan dakwah pun adalah orang-orang yang tangguh dan memiliki keutamaan 

1. Rasulullah dengan lisannya sendiri memuji kemuliaan Khadijah. 

"Dari Anas bin Malik , Rasulullah bersabda "Cukup bagimu 4 wanita terbaik di dunia: Maryam bintu Imran (Ibunda nabi Isa), Khadijah bintu Khuwailid, Fatimah bintu Muhammad, dan Asiyah Istri Firaun.” (HR. Ahmad 12391, Turmudzi 3878)

2. Allah menitip salam untuknya melalui Jibril

 "Wahai Rasulallah, Ini Khadijah telah datang. Bersamanya sebuah bejana yang berisi lauk, makanan, dan minuman. Jika dirinya sampai katakan padanya bahwa Rabbnya dan diriku mengucapkan salam untuknya. Dan kabarkan pula bahwa untuknya rumah di surga dari emas yang nyaman tidak bising dan merasa capai.” (HR. Bukhari no: 3820. Muslim no: 2432 dari Abu Hurairah)

3. Nabi menganggap mencintainya adalah karunia. 

"Sungguh Allah telah menganugrahkan kepadaku rasa cinta kepada Khadijah.” (HR. Muslim no 2435)

Ummul Mukminin Khadijah wafat tiga tahun sebelum hijrahnya Nabi Muhammad ke Madinah. Saat itu beliau berusia 65 tahun. Rasulullah sendiri yang turun memakamkan jenazah sang istri tercinta. 

Wafatnya Ummul Mukminin Khadijah sangat berdekatan waktunya dengan wafatnya Abu Thalib. Rasulullah benar-benar merasa sedih dengan wafatnya dua orang yang beliau cintai ini. 

Dua orang penolong dakwahnya. Ditambah lagi, sang paman wafat dalam keadaan berada di atas agama nenek moyangnya. Karena begitu sedihnya Rasulullah, tahun ini pun dinamakan Tahun Kesedihan. ( Sumbet : KisahMuslim.com)

READ MORE - Mengenal Ummul Mukminin Khadijah binti Khuwailid

Ketika Sekelompok Mualaf Mengkhianati Rasulullah

Anas bin Malik pernah bercerita kepada Abu Qilabah bahwa suatu hari ada beberapa orang dari Urainah menghadap Rasulullah untuk mengutarakan niat sucinya masuk Islam. 

Mereka ingin belajar lebih banyak tentang Islam kepada Nabi Muhammad dan para sahabatnya. Nabi pun dengan sukarela menerimanya, bahkan memberi mereka fasilitas ketika tinggal di Madinah.

Sebagai seorang rasul, kasih sayangnya kepada orang-orang yang baru beriman (mualaf) adalah sebuah keniscayaan. Hal itu menjadi bagian dari dakwah nabi yang santun dan ramah.

Suatu ketika beberapa orang dari Urainah ini tidak mampu beradaptasi dengan suhu dan udara yang ada di Madinah. Ternyata kondisi kampung halaman mereka dengan Madinah sangat berbeda jauh. Kesehatan mereka pun terganggu.

Ketidakmampuan mereka untuk beradaptasi dengan suhu di Madinah menjadikan mereka terkena penyakit cacar. 

Rasulullah yang iba melihat kondisi mereka memerintahkan kepada penggembala untanya untuk membawa mereka keluar kota Madinah. 

Nabi pun tidak serta merta membiarkan mereka keluar kota Madinah dengan tangan kosong. Nabi memberikan bekal yang lebih dari cukup bagi mereka. 

Nabi membawakan mereka unta yang banyak perahan susunya. Nabi berharap agar unta itu bermanfaat. Mereka bisa meminum susunya dan memakan daginya.

Ternyata benar, ketika mereka keluar dari Madinah, seketika penyakit mereka sembuh. Merasa nyaman dengan keadaan mereka di luar kota Madinah, mereka enggan untuk kembali ke Madinah. 

Hal yang tak terduga terjadi. Mereka malah membunuh penggembala unta yang diberi amanah oleh Nabi untuk menjaga mereka. Tak hanya itu, mereka membawa kabur unta-unta Nabi yang telah berjasa besar menyelamatkan mereka.

Kabar tidak enak tentang kejahatan mereka pun sampai ke telinga Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wasallam. Beliau marah besar setelah mendengar kejahatan mereka. 

Rasulullah kemudian mengutus seorang sahabat untuk menangkap mereka yang ternyata masih belum jauh dari tempat terbunuhnya sang penggembala unta.

Mereka dijatuhi hukuman yang setimpal oleh Nabi atas kejahatan berlapis: membunuh, mengambil sesuatu yang bukan hak milik mereka, bahkan mereka telah murtad. 

Namun hukuman itu dirasa sangat kejam bagi mereka, karena pada waktu itu ayat-ayat hudud (hukuman) belum turun kepada Nabi. 

Setidaknya, hal itu adalah hukuman untuk orang-orang yang menghianati Rasulullah setelah ditolong dan diselamatkan nyawanya namun malah mengkhianati.

Kisah tersebut setidaknya mengungkapkan dua pesan. 

Pertama belas kasih dan kepedulian Rasulullah kepada umatnya begitu besar. 

Hingga hal-hal teknis yang menyangkut kemudahan bagi para mualaf itu pun sangat beliau perhatikan.

Kedua, pengkhianatan bisa menimpa siapa saja, bahkan seorang rasul dengan perangai tanpa cacat sekalipun. 

Kenyamanan dan fasilitas kadang tak membuat seseorang kian baik, bisa malah sebaliknya ketika hatinya dikuasai keserakahan dan ketidakjujuran. Wallahu a’lam. (M. Alvin Nur Choironi)

READ MORE - Ketika Sekelompok Mualaf Mengkhianati Rasulullah